Secangkir Kopi Bersama Ika Vantiani: Bincang Media Sosial
Ika Vantiani | 16 Juni 2017 |
Tahun lalu, saya dan Ika Vantiani bertemu dalam sebuah proyek pameran bertajuk tenggelamnya Jakarta. Bekerja bersama Ika sangatlah efektif dan efisien. Tidak perlu banyak bertemu, pekerjaannya tetap selesai tepat waktu.
Pasca proyek tersebut, kami tidak berhenti berkomunikasi. Kami bercakap dan saling mengikuti di sosial media. Minggu lalu, kami bertemu di sebuah kafe di bilangan Cipete, Jakarta Selatan. Pribadinya yang ceria membuat kami mudah terkoneksi ketika membicarakan banyak hal, mulai dari pekerjaan, seni, hingga gerakan feminisme.
Salah satu topik yang kami bicarakan cukup dalam adalah mengenai interaksi di media sosial. Ia cukup jengah ketika banyak pengguna media sosial saling mencela karena bentuk tubuh dan gagasan seseorang. Bagaimana tidak, media sosial yang sejatinya merupakan medium untuk berbagi momen penting kini menjadi medan perang. Pada sebuah titik kekesalannya, Ika mencoba mengubah cara bertuturnya di media sosial menjadi lebih komunikatif.
"Sepuluh ribu pengikut di instagram adalah jumlah yang besar untuk diajak berdialog dan bertukar gagasan, jadi akan lebih seru kalau dibuat jadi ajang untuk berkomunikasi mengenai banyak hal," ujarnya.
www.ikavantiani.blogspot.com |
Imaji yang terbentuk dari media sosial Ika @ikavantiani adalah ajakannya untuk mengobrol tentang banyak hal. Sesekali ia mengunggah karya kolasenya, di lain waktu ia membagikan potret bakso favoritnya. Ada pula pesan tentang mencintai diri sendiri dan memberi ruang untuk perbedaan yang dikomunikasikan dalam visual menyenangkan.
Satu yang saya dapat dari gagasan Ika adalah bagaimana cara kita sebenarnya dapat mengontrol visualisasi bentuk tubuh ideal. Baginya, memiliki deifinisi kecantikan dan bentuk tubuh yang disetujui oleh seluruh dunia adalah upaya yang bisa jadi sia-sia. Bagi Ika, ruang maya berpengaruh kepada persepsi seseorang terhadap tubuhnya sendiri. Sebut saja kultur swafoto sebagai salah satu biang keladinya.
@ikavantiani |
Ika, melalui medium yang ia ciptakan sendiri, berusaha memberikan pesan mengenai hal ini. Ika, yang berdasarkan keterangan pada foto di Instagramnya berarti 'satu' atau 'yang pertama', menerbitkan majalah fotokopian buatannya sendiri 17 tahun lalu. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak cara yang ia temukan untuk menyampaikan pesannya, termasuk kolase. Di era media sosial, bertambah satu medium untuk menyampaikan pesan dan gagasannya. Pola komunikasi dua arah pada media sosial menjadi nilai tambah yang membuatnya lebih mudah berdiskusi tanpa tatap muka.
Ika Vantiani yang biasa dipanggil Ika
merupakan perempuan kelahiran Jakarta pada tanggal 7 Juni dan merupakan
lulusan London Institute of Communications, Advance Diploma in
Advertising pada tahun 1999. Saat ini Ika adalah seorang pekerja kreatif
paruh waktu. Ika memiliki ketertarikan kepada bidang komunikasi khususnya untuk topik-topik Zine atau media alternatif cetak buatan sendiri, Seni dan juga termasuk pendidikan seni, dan Kriya dan juga termasuk pendidikan kriya. (Sumber: Women Unlimited)
Terimakasih banyak buat tulisan dan obrolannya!
BalasHapusSegera jumpa lagi dalam dua gelas kopi panas dan dingin ya!